Tampilkan postingan dengan label Islam Turki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam Turki. Tampilkan semua postingan
kisah keajaiban doa islam

kisah keajaiban doa islam

KISAH NYATA : KEAJAIBAN DOA YANG SANGAT SEDERHANA ..
  Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ..kisah keajaiban doa islam Cerita  menggelikan ini kudengar ketika duduk dibangku SMA dulu. Cerita yang akhirnya tertulis begitu dalam di relung-relung hati. Cerita yang meskipun naif, namun bermakna sangat dalam.
Kisah nyata dari seseorang yang dalam episode hidupnya sempat ia lewati dalam penjara. Bermula dari hal yang sepele. Lelaki itu kehabisan odol dipenjara.
Malam itu adalah malam terakhir bagi odol diatas sikat giginya. Tidak ada sedikitpun odol yang tersisa untuk esok hari. Dan ini jelas-jelas sangat menyebalkan. Istri yang telat berkunjung, anak-anak yang melupakannya dan diabaikan oleh para sahabat, muncul menjadi kambing hitam yang sangat menjengkelkan.
Sekonyong-konyong lelaki itu merasa sendirian, bahkan lebih dari itu : tidak berharga ! Tertutup bayangan hitam yang kian membesar dan menelan dirinya itu, tiba-tiba saja pikiran nakal dan iseng muncul. Bagaimana jika ia meminta odol pada TUHAN ?
Berdoa untuk sebuah kesembuhan sudah berkali-kali kita dengar mendapatkan jawaban dari-NYA .
Meminta dibukakan jalan keluar dari setumpuk permasalahanpun bukan suatu yang asing bagi kita. Begitu pula dengan doa-doa kepada orang tua yang telah berpulang, terdengar sangat gagah untuk diucapkan.
Tetapi meminta odol kepada Sang Pencipta jutaan bintang gemintang dan ribuan galaksi, tentunya harus dipikirkan berulang-ulang kali sebelum diutarakan. Sesuatu yang sepele dan mungkin tidak pada tempatnya. Tetapi apa daya, tidak punya odol untuk esok hari –entah sampai berapa hari- menjengkelkan hatinya amat sangat.
Amat tidak penting bagi orang lain, tetapi sangat penting bagi dirinya.
Maka dengan tekad bulat dan hati yang dikuat-kuatkan dari rasa malu, lelaki itu memutuskan untuk mengucapkan doa yang ia sendiri anggap gila itu.
Ia berdiri ragu-ragu dipojok ruangan sel penjara, dalam temaram cahaya, sehingga tidak akan ada orang yang mengamati apa yang ia lakukan. Kemudian dengan cepat, bibirnya berbisik : “YA ALLAH YA TUHANKU, Kau mengetahuinya aku sangat membutuhkan benda itu”. Doa selesai.
Wajah lelaki itu tampak memerah. Terlalu malu bibirnya mengucapkan kata amin. Dan peristiwa itu berlalu demikian cepat, hingga lebih mirip dengan seseorang yang berludah ditempat tersembunyi.
Tetapi walaupun demikian ia tidak dapat begitu saja melupakan insiden tersebut. Sore hari diucapkan, permintaan itu menggelisahkannya hingga malam menjelang tidur. Akhirnya, lelaki itu –walau dengan bersusah payah- mampu melupakan doa sekaligus odolnya itu.
Tepat tengah malam, ia terjaga oleh sebuah keributan besar dikamar selnya.
“Saya tidak bersalah Pak !!!”, teriak seorang lelaki gemuk dengan buntalan tas besar dipundak, dipaksa petugas masuk kekamarnya,” Demi TUHAN Pak !!! Saya tidak salah !!! Tolong Pak … Saya jangan dimasukin kesini Paaaaaaaaak ..!!!”
Sejenak ruangan penjara itu gaduh oleh teriakan ketakutan dari ‘tamu baru’ itu.
“Diam !!”, bentak sang petugas,”Semua orang yang masuk keruangan penjara selalu meneriakkan hal yang sama !! Jangan harap kami bisa tertipu !!!!”
“Tapi Pak …Sssa ..”
Brrrraaaaang !!!!
Pintu kamar itu pun dikunci dengan kasar. Petugas itu meninggalkan lelaki gemuk dan buntalan besarnya itu yang masih menangis ketakutan.
Karena iba, lelaki penghuni penjara itupun menghampiri teman barunya. Menghibur sebisanya dan menenangkan hati lelaki gemuk itu. Akhirnya tangisan mereda, dan karena lelah dan rasa kantuk mereka berdua pun kembali tertidur pulas.
Pagi harinya, lelaki penghuni penjara itu terbangun karena kaget. Kali ini karena bunyi tiang besi yang sengaja dibunyikan oleh petugas. Ia terbangun dan menemukan dirinyanya berada sendirian dalam sel penjara. Lho mana Si Gemuk, pikirnya. Apa tadi malam aku bemimpi ? Ah masa iya, mimpi itu begitu nyata ?? Aku yakin ia disini tadi malam.
“Dia bilang itu buat kamu !!”, kata petugas sambil menunjuk ke buntalan tas dipojok ruangan. Lelaki itu segera menoleh dan segera menemukan benda yang dimaksudkan oleh petugas. Serta merta ia tahu bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.
“Sekarang dia dimana Pak ?”, tanyanya heran.
“Ooh..dia sudah kami bebaskan, dini hari tadi…biasa salah tangkap !”, jawab petugas itu enteng, ”saking senangnya orang itu bilang tas dan segala isinya itu buat kamu”.
Petugas pun ngeloyor pergi.
Lelaki itu masih ternganga beberapa saat, lalu segera berlari kepojok ruangan sekedar ingin memeriksa tas yang ditinggalkan Si Gemuk untuknya.
Tiba-tiba saja lututnya terasa lemas. Tak sanggup ia berdiri. “Ya .. ALLAH, Ya .. YA TUHAAANNNKU !!!!”, laki-laki itu mengerang. Ia tersungkur dipojok ruangan, dengan tangan gemetar dan wajah basah oleh air mata. Lelaki itu bersujud disana, dalam kegelapan sambil menangis tersedu-sedu.
Disampingnya tergeletak tas yang tampak terbuka dan beberapa isinya berhamburan keluar. Dan tampaklah lima kotak odol, sebuah sikat gigi baru, dua buah sabun mandi, tiga botol sampo, dan beberapa helai pakaian sehari-hari.
~~~
Sahabat Kisah tersebut sungguh-sunguh kisah nyata. Sungguh-sungguh pernah terjadi. Dan aku mendengarnya langsung dari orang yang mengalami hal itu.
Semoga semua ini dapat menjadi tambahan bekal ketika kita meneruskan berjalan menempuh kehidupan kita masing-masing. Jadi suatu ketika, saat kita merasa jalan dihadapan kita seolah terputus. Sementara harapan seakan menguap diganti deru ketakutan, kebimbangan dan putus asa.
Pada saat seperti itu ada baiknya kita mengingat sungguh-sungguh bahkan Odol pun akan dikirimkan dari Surga bagi siapapun yang membutuhkannya. Apalagi jika kita meminta sesuatu yang mulia. Sesuatu yang memuliakan harkat manusia dan DIA yang menciptakan kita.
Seperti kata seorang bijak dalam sebuah buku :
.... “Seandainya saja engkau mengetahui betapa dirimu dicintai-NYA, hati mu akan berpesta pora setiap saat” ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..
Mari Kita tingkatkan DZIKIR kita …
… demi hidup yang lebih produktif dan bahagia.
# BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI #
-----------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ..Cahayakataislami
Sejarah Pembaharuan Islam di Turki

Sejarah Pembaharuan Islam di Turki

 
A.PENDAHULUAN
 Sejarah Pembaharuan Islam di Turki Tidak ada lagi sebuah Kerajaan Islam yang besar dan dapat menjadi tumpuan harapan Dunia Islam setelah runtuhnya Kerajaan Bani Abbasiyah di Baghdad serta dengan naiknya Bangsa Mongol dan Tartar. Tetapi dengan munculnya Kerajaan Ustmaniyah, Islam kembali menunjukkan kegagahperkasaan yang luar biasa sehingga dapat meneruskan kejayaan Kerajaan sebelumnya. Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa Timur (Balkan) adalah Kerajaan-Kerajaan yang bernaung di bawah pemerintahan Kerajaan Turki Ustmani. Kekuasaannya meluas bak menara-menara menjulang langit di bekas kekuasaan Kerajaan Byzantium (Constantinopel), setelah negeri besar itu ditaklukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada pertengahan abad ke-15 (1453).
Negeri-negeri Islam seperti Mesir, Hejaz (Mekah-Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko, Al-Jazair dan Tripoli adalah wilayah dari Kerajaan Turki Ustmani. Bangsa Turki ialah bangsa yang gagah perkasa, keturunan darah Taurani yang tahan udara panas dan dingin serta sabar dalam berperang. Darah Taurani bersamaan keturunan dengan darah Mongol dan Tartar. Bangsa Turki telah menjadi bangsa Pahlawan Islam setelah memeluk agama Islam dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, “Tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah.”
Bahkan Raja-Raja Islam di Indonesia yang bersemarak pada abad ke-17, sebagai raja-raja Aceh dan Banten pernah utus-mengutus dengan Kerajaan Turki Ustmani dan pernah meminta pengakuan memakai gelar “Sultan” dari Istambul. Dalam beberapa istana Raja-Raja Indonesia masih dapat dilihat sisa-sisa hadiah yang dijadikan lambing kebesaran, karena hadiah itu diterima dari Istambul.[1]
Setelah Kerajaan Turki Ustmani jatuh karena kekalahan berperang di tahun 1914-1918 dan tanah Turki serta bagian-bagian Imperium Ustmani telah dibagi-bagi, maka muncullah Al-Ghazai Mustafa Kemal Pasya, mendirikan kembali Turki yang baru di atas runtuhan Turki yang lama. Ghazi Kemal Pasya, yang kemudian lebih terkenal dengan nama Kemal “Attaturk” mendapat sambutan hangat dari seluruh “Dunia Islam” terutama di negeri-negeri terjajah.
Demikian besarnya pengaruh Turki dalam hati umat Islam. Enam ratus tahun lamanya Kerajaan Turki Ustmani berkuasa, yaitu sejak akhir abad ketiga belas sampai permulaan abad kedua puluh. Bangsa Turki tetaplah bangsa pemeluk Islam yang teguh beragama dan mempunyai sejarah yang gemilang.
B. PEMBAHASAN
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 km2, 97% wilayahnya terletak di Benua Asia dan sisanya sekitar 3% terletak di Benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara timur dan barat.[2]
Nama Kerajaan Ustmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka pertama, Sultan Ustmani ibn Sauji ibn Artoghrol ibn Sulaiman Syah ibn Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia Tengah.Pemerintahan yang pernah memerintah dalam masa Kerajaan Turki Ustmani:
   1. 1.    Sultan Mahmud II
Pembaharuan di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dipelopori oleh Raja. Raja yang menjadi pelopor pembaharuan adalah Sultan Mahmud II. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812 dan kekuasaan otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah melakukan pembaharuan di bidang militer dengan membentuk suatu korps tentara baru di tahun 1826 yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir.
Sultan Mahmud II melanggar tradisi arisokrasi, ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang. Rakyat biasa ia anjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Ustmani. Menurut tradisi Kerajaan Ustmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi dan kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai title Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian Raja Ustmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memeerintah negara dan kekuasaan menyiarkan serta membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan di bantu oleh dua pegawai tinggi, Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh Al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tak mempunyai suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Di kala Sultan berhalangan atau bepergian ia digantikan oleh Sadrazam dalam menjalankan tugas pemerintahan. Sebagai wakil Sultan, Sadrazam mempunyai kekuasaan yang besar sekali.
Sultan Mahmud II-lah yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia di Kerajaan Ustmani. Urusan agama diatur oleh syariat dan urusan dunia diatur oleh hukum bukan syariat yang dalam masa selanjutnya membawa adanya hukum sekuler di samping hukum syariat.
Pembaharuan-pembaharun yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Ustmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
   1. 2.    Tanzimat
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya. Seorang pemuka Tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui adalah Mehmed Sadik Rifat Pasya (1807-1856). Mehmed Sadik mengadakan undang-undang dan peraturan. Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan. Negara haruslah merupakan negara hukum.
Dalam bidang pemerintahan, pembaharuan diadakan dengan mengajak rakyat memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi. Wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah diundang datang ke Istambul pada tahun 1845. Karena terlalu baru bagi rakyat, sistem musyawarah dalam soal kenegaraan tidak dapat berjalan dengan baik. Sebagai gantinya Sultan mengirim utusan-utusan ke daerah-daerah untuk meninjau keadaan dan pendapat daerah tentang usaha pembaharuan yang sedang dijalankan. Laporan mereka dipakai Pemerintah Pusat sebagai pegangan untuk usaha-usaha pembaharuan selanjutnya.
Pembaharuan yang dijalankan di Zaman Tanzimat tidak seluruhnya mendapat penghargaan, bahkan mendapat kritik dari kaum intelegensia Kerajaan Ustmani yang ada pada waktu itu. Kritik yang banyak dikemukakan terhadap pembaharuan Tanzimat berkisar sekitar hal-hal berikut:
Kedua piagam yang menjadi dasar pembaharuan Tanzimat mengandung paham sekularisme dan dengan demikian membawa sekularisasi dalam berbagai institusi kemasyarakatan, terutama dalam institusi hukum. Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syariat, tetapi dalam pada itu mengakui perlunya diadakan sistem hukum baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat, umpamanya hukum pidana dan hukum dagang. Selain itu, diadakan pula pula mahkamah-mahkamah yang bersifat sekuler, di samping mahkamah-mahkamah syariat yang lama. Tidak mengherankan kalau timbul kecaman bahwa syariat tidak dihargai lagi, bahkan terkadang telah dilanggar. Hukum baru itu tidak dapat dikatakan hukum Barat dan tidak pula dapat dikatakan hukum Islam, tetapi suatu hukum yang tidak efektif untuk mengatur masyarakat Kerajaan Ustmani abad ke-19.
Kritik ditujukan pula terhadap sikap pro-Barat yang dianut pemuka-pemuka Tanzimat. Sikap pro-Barat itu membuka pintu bagi masuknya pengaruh dan turut campurnya negara-negara Barat dalam soal intern Kerajaan Ustmani. Hal itu akhirnya membawa kepada jatuhnya kekuatan ekonomi negara ini. Kerajaan Ustmani menjadi semakin lemah dalam menghadapi Eropa.
Sikap otoriter yang dipakai Sultan dan menteri-menterinya dalam melaksanakan pembaharuan Tanzimat juga mendapat kritik keras. Kekuasaan absolut Sultan bertambah besar setelah Sultan Mahmud II dapat menghancurkan Yeniseri. Di masa lampau, Yeniseri merupakan suatu kekuatan yang dapat mengadakan kontrol terhadap kekuasaan absolut Sultan. Yeniseri ditakuti bukan hanya karena senjata mereka tetapi juga karena hubungan mereka yang erat dengan Tarekat Bektasyi. Tarekat Bektasyi mempunyai pengikut yang besar di kalangan masyarakat. Kaum ulama, yang tidak setuju dengan pembaharuan yang berbau Barat, dengan disokong oleh umat yang berada di belakang mereka, juga merupakan suatu kekuatan sosial yang disegani Sultan. Tetapi kedudukan kaum ulama menjadi lemah, setelah institusi wakaf sebagai sumber keuangan ditarik dari bawah kekuasan mereka.
Dengan hilangnya oposisi dalam ketiga bentuk tersebut, kekuasan sultan dan pemerintahnya bertambah absolut dan dengan demikian kebebasan berpikir dan bergerak tidak terdapat. Hal serupa ini sulit diterima oleh golongan intelegensia.
   1. 3.    Usmani Muda
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880). Menurut pendapatnya, agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara-negara yang maju, Kerajaan Usmani harus memakai sistem pemerintahan konstitusional.


Pemikir terkemuka dari Ustmani Muda adalah Namik Kemal (1840-1888). Kemudian jatuh ke bawah pengaruh Ibrahim Sinasi (1826-1871) seorang sastrawan kenamaan yang pernah belajar di Perancis dan dikenal sebagai orang yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Barat. Ide-ide Barat tidak ia terima begitu saja tetapi ia coba menyesuaikannya dengan ajaran-ajaran Islam.
Sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran Kerajaan Usmani, menurut pendapatnya terletak pada keadaan ekonomi dan politik yang tidak beres. Jalan pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi persoalan tersebut ialah perubahan sistem pemerintahan absolut menjadi konstitusional.
Di antara ide-ide lain yang dibawa Nanik Kemal terdapat ide cinta tanah air. Tanah air yang dimaksud ahli fikir itu, belumlah tanah air Turki, tetapi seluruh daerah Kerajaan Usmani. Ide-ide yang diajukan seperti tersebut di atas yang menjadi pedoman bagi penyusunan Undang-undang Dasar 1876 dari Kerajaan Usmani.
Pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Salah satu sebab dari kegagalan Usmani Muda karena tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan lagi kuat ekonominya untuk mendukung mereka. Kenyataan bahwa Sultan, sungguhpun Piagam Gulhane dan Piagam Humayun telah ada, masih mempunyai kekuasaan yang besar. Belum berpengalamannya Usmani Muda dalam soal-soal konstitusi dan kaburnya ide Konstitusi bagi pihak-pihak yang menginginkan konstitusi itu.
Meskipun Sultan Abdul Hamid bersifat absolut, tapi di zaman pemerintahannya terjadi juga pembaharuan-pembaharuan. ia mendirikan perguruan-perguruan tinggi, Mahkamah non agama dan membentuk Kementerian Kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ia tingkatkan. Jumlah percetakan juga meningkat.
   1. 4.    Turki Muda
Ahmed Riza (1859-1931), selama di Perancis Ahmed Riza banyak membaca buku-buku pemikir-pemikir Perancis, dan ia amat tertarik pada falsafah positivism Auguste Comte. Oleh karena itu ia berpendapat jalan yang harus ditempuh untuk menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan ialah pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan teologi atau metafisika.
Pangeran Sabahuddin. Di Paris Sabahuddin dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran dalam bidang sosiologi dan problema yang dihadapi oleh Kerajaan Usmani ia tinjau dari sudut sosiologi.[9] Sebagai jalan sementara dalam mengatasi kekuasaan absolut itu, ia menganjurkan supaya diadakan desentralisasi dalam bidang pemerintahan.
Mehmed Murad, Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi sebab bagi mundurnya kerajaan Usmani, dan bukan pula rakyatnya, sebab kemunduran terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Karena Sultan tidak setuju dengan Konstitusi, ia usul supaya didirikan suatu Badan Pengawas yang tugasnya ialah menjaga supaya undang-undang tidak dilanggar pemerintah. Di samping itu perlu pula diadakan Dewan Syari’at Agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam.  Ia juga berpendapat bahwa salah satu sebab bagi kelemahan Kerajaan Usmani adalah renggangnya hubungan Istambul denagn daerah-daerah lain.
Di tahun 1912 diadakan pemilihan baru dan kali ini Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan memperoleh kemenangan besar. Setahun kemudian golongan militer dari Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan menggantikan golongan poitisi dalam menguasai pemerintahan. Kekuasaan terletak di tangan Tiga Serangkai Enver Pasya, Talat Pasya dan Jemal Pasya. Pemerintahan Tiga Serangkai merupakan pemerintahan militer yang ketat dan tidak bisa menerima kritik. Dalam lapangan pembaharuan, mambawa perubahan-perubahan dalam bidang administrasi yang kemudian menjadi kerangka pemerintahan lokal dan daerah dari Turki zaman sekarang. Administrasi kota Istambul juga mengalami pembaharuan. Transport umum diadakan, demikian pula brigade kebakaran. Organisasi kekuatan polisi disesuaikan dengan kebutuhan zaman modern.
   1. 5.    Tiga Aliran Pembaharuan: Barat, Islam dan Nasionalis
Pada mulanya kriteria agamalah yang dipakai untuk memperbedakan antara rakyat yang beraneka ragam kebangsaannya itu. Rakyat dikelompokkan menurut agamanya masing-masing dan istilah yang dipakai untuk pengelompokkan itu ialah millet.
Ide Islamisme muncul sebagai ganti dari hancurnya ide Usmanisme. Semua rakyat yang beragama Islam, Turki, Arab, dan lain-lain yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani merupakan satu nasionalitas. Tetapi ide ini tidak dapat diwujudkan karena Dunia Arab pun menentang kekuasaan Kerajaan Ustmani dan di permulaan abad ke-20 sebagian dapat memperoleh kemerdekaan dan sebagian jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, Prancis dan Italia.
Pembaharuan yang dikehendaki golongan Islam ialah membuat Kerajaan Ustmani sempurna sifat keislamannya. Hukum yang dipakai di dalamnya harus hukum Islam dan pimpinan negara harus terletak di tangan kaum ulama.
Golongan Barat dan Nasionalis Turki, walaupun telah banyak dipengaruhi ole hide sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama, tidak berhasil mengubah Kerajaan Ustmani menjadi negara sekuler. Pembaharuan yang mereka kehendaki bersifat radikal, tetapi dalam keradikalan itu mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain pembaharuan mereka masih diusahakan supaya tidak keluar dari Islam.
   1. 6.    Mustafa Kemal
Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Ataturk (Bapak Turki).
Westernisme, sekularisasi dan nasionalisme itulah yang menjadi dasar pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal. Pembaharuan pertama ditujukan terhadap bentuk negara. Pemerintah harus dipisahkan dari agama. Dengan demikian yang berdaulat di Turki bukan lagi Sultan, tetapi rakyat. Kemudian timbul persoalan bentuk negara yang telah berubah organisasinya. Golongan Islam mampertahankan bentuk Khilafah dan golongan nasionalis menghendaki bentuk Republik. Setelah diadakan amandemen terhadap Konstitusi 1921, ditetapkan bahwa Negara Turki adalah Negara Republik dan agama negara adalah Islam.
Sebelum resmi menjadi negara sekuler, Mustafa Kemal telah mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Di tahun 1924 Biro Syaikh Al-Islam dihapuskan, dan begitu pula Kementerian Syariat. Hukum syariat dalam soal perkawinan digantikan oleh hukum Swiss. Perkawinan bukan lagi menurut syariat tetapi menurut hukum sipil. Selanjutnya diadakan hukum baru seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum laut dan obligasi.
Sekularisme Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari masyarakat Turki, dan ia memang tidak bermaksud demikian. Yang ia maksud ialah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.
C.KESIMPULAN
 Bagaimanapun bobroknya Kerajaan Turki Usmani di akhir masanya, namun sejarah dunia tidaklah akan dapat mengikiskan dari dalam catatannya, bahwa di Istambul, di Tanduk Emas, Galata dan Bosporus pernah berdiri satu Kerajaan Islam yang besar, yang 500 tahun lamanya menimbulkan gentar pada hati kerajaan-kerajaan Eropa yang sekarang mengangkat mukanya.
Tetapi di samping Turki dalam masa 30 tahun telah berdiri pula negara-negara Islam yang lain. Baik negara-negara Arab, Pakistan, Iran atau Indonesia. Semuanya membuktikan, bahwa tugas menegakkan Islam sebagai agama tidaklah terhenti karena jatuhnya Kerajaan Turki Usman. Melainkan tugasnya itu telah dilanjutkan oleh bangsa-bangsa beragama Islam yang baru lahir itu.
Sejarah kejatuhan islam di turki

Sejarah kejatuhan islam di turki

Pemerintahan  sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman Al Qanuni atau Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibandingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besara Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim dibawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul ke permukaan. 

Kerajaan Turki Usmani mulai melemah semejak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Pengganti Sulaeman I, Sultan Salim II merupakan pemimpin yang lemah dan pada umumnya tidak berwibawa. Sehingga kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya.
Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukkan terhadap kota Wina di Australia. Usaha penaklukkan ini ternyata juga tidak berhasil.
Melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1663, tentara utsmani menderita kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, bandulia, dan armada sri paus. Tahun 1676, Pasukan Usmani juga mengalami kekalahan dalam pertempuran di Hungaria. Pada tahun 1699 Turki kalah dalam pertempuran di Mohakez sehingga terpaksa menandatangani perjanjian karlowits yang berisi pernyataan kerajaan Usmani harus menyerahkan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Venetia.
Pada 1770 M pasukan Rusia mengalahkan pasukan Usmani di Asia kecil. Sehingga pada tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada Rusia untuk melintasi selat antara laut hitam dengan laut putih.
Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu: pertama, priode desentralisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sultan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki, Usmani gagak dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan dengan lepasnya wilayah taklukan satu per satu.
Pada abad ke 16 kelompok derfisme telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua. Namun pada perkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.
Dengan mengeploitasi posisinya di mata penguasa terhadap rakyat, mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.
Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Usmani. Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad akhir. Abad ke tiga belas sampai abad ke Sembilan belas, Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba.
Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer  Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.
1. Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenan kekuasaan pada perdan menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari, untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.
2. Kemerosotan kondisi sosial ekonomi
Perubahan mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dsn ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan  Turki Usmani. 
3. Munculnya kekuatan Eropa
Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani. Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XFI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan tekhnologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.
4.  Pemberontakan-pemberontakan internal.
Pemberontakan-pemberontakan terjadi dimana-mana, mulai dari Makkah, Wahabiyah, Druze dan pemberontakan di Wilayah pusat kekuasaan telah memperlemah kekuatan militer dan politik.
Sejarah pendidikan islam di turki usmani

Sejarah pendidikan islam di turki usmani

Sejarah kerajaan pendidikan islam Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku tarikh Islam di Indonesia sering tidak mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil budaya yang dipersembahkannya dipermukaan, Dinasti Turki Usmani ini tidaklah bisa disamakan dengan kedua Dinasti di atas, tetapi melihat peranannya sebagai benteng kekuatan Islam dalam menangkal ekspansi bangsa Eropa ke timur, maka dengan ini ia tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kajian sejarah Islam.
Turki Usmani telah menunjukkan kehebatannya dalam menangkis serangan musuh. Serangan-serangan perluasan yang dilakukannya langsung menusuk ke wilayah penting, termasuk penaklukan Konstantinopel.
Perjalanan panjang kerajaan Turki Usmani telah menampilkan 35 orang Sultan dengan corak pkepemimpinan masing-masing. Tetapi sebagaimana Dinasti lainnya, hukum sejarah juga berlaku, bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan masa gemilang biasanya berakhir dengan masa kemunduran bahkan mungkin kehancuran.
Makalah ini akan sedikit mencoba membahas sejarah pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Turki Usmani serta kemajuan yang dicapai dalam bidang pendidikan.

A. Asal Mula Kerajaan Turki Usmani
 
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228. Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya; dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdkan dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at. Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.
 
B. Perkembangan Kerajaan Turki Usmani
 
Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab. Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.
Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
  1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
  2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
  3. Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
  4. Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
  5. Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan cultural dan administrates dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
Persinggungan Islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad pertama hijriyah hingga suku-suku Turki menjadi penganut dan pembela Islam. Pengaruh Turki dalam dunia Islam semakin terasa pada masa Pemerintahan al-Musta’sim (640-656 H./1242-1258 M.), khalifah terakhir dinasti Abbasiyah. Sejak masa itu bangsa Turki dari berbagai suku senantiasa terlibat dalam jatuhbangunnya berbagai dinasti di daerah mana mereka bertempat tinggal dan mengabdi.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Turki

Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134).
Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranyadalambidangpendidikan.
Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu. 
Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah.
Demikian pula, dengan kajian terhadap proses pendidikan Katib Chelebi pada abad ke-17. Bahkan, ada pula sumber lainnya yang berupa risalah berjudul Kevakib-i Seb'a atau Seven Planets, yang ditulis pada 1742 Masehi.Penulisan risalah ini dilakukan atas permintaan dubes Prancis untuk Istanbul saat itu, Marquis de Villanueva.


Kesimpulan
 
Sampai abad XVI, sistem madrasah menjadi model utama pendidikan dalam Islam turki. Sejak Islam bersentuhan dengan tradisi Eropa, yang saat itu mulai menerapkan model pengajaran klasikal di berbagai universitas, madrasah juga banyak terpengaruh. Hal ini banyak terjadi ketika kekuasaan Turki Usmani berkembang. Medrese dan mekteb di wilayah-wilayah Turki sampai Asia Tengah mendapat pengayaan dengan model klasikal yang tidak ada ketika masih mengacu pada konsep awal. Meskipun secara materi ilmu tetap meneruskan apa yang telah diajarkan pada era sebelumnya, namun secara metode lebih banyak pengayaan. Beberapa madrasah juga mulai terpisah dengan bangunan utama masjid. Di samping ada universitas (jami’ah) sebagai fase tertinggi dari sistem madrasah, konsep madrasah awal sebagaimana disebutkan di atas juga diselenggarakan untuk tingkat lebih rendah.
Dengan adanya pengaruh langsung dari model pendidikan Eropa, ketika era kolonialisasi Eropa ke wilayah Asia dan Afrika, madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi karena model pendidikan Eropa yang klasikal dan memisahkan antara ilmu agama (teologi gereja) yang diselenggarakan oleh seminari atau gereja sendiri, dan ilmu umum yang diselenggarakan oleh lembaga resmi (pemerintah atau swasta) dengan model sekolah sampai universitas. Madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu agama saja (Qur’an, Hadits, akidah, akhlak, dan fiqih), sementara sekolah mengajarkan ilmu-ilmu umum di luar ilmu agama.

DAFTAR PUSTAKA
Ed. Samsul nizar, sejarah pendidikan islam, kencana, jakarta. 2007
Zuhairini, sejarah pendidikan islam, bumi aksara, jakarta, bulan bintang,1997.
Mughni A. syafiq, sejarah kebudayaan islam di turki, logos wacana ilmu, jakarta 1997.
Sejarah Islam di Turki Usmani

Sejarah Islam di Turki Usmani

Sejarah Kerajaan Turki Usmani muncul di saat Islam berada dalam era kemunduran pertama.1 Berawal dari kerajaan kecil, lalu mengalami perkembangan pesat, dan akhirnya sempat diakui sebagai negara adikuasa pada masanya dengan wilayah kekuasaan yang meliputi bagian utara Afrika, bagian barat Asia dan Eropa bagian Timur.2 Masa pemerintahannya berjalan dalam rentang waktu yang cukup panjang sejak tahun 1299 M-1924 M. Kurang lebih enam abad (600 tahun).3
Dalam rentang waktu yang demikian panjang kerajaan Turki Usmani mengalami dinamika yang selalu menghadirkan format dan ciri khas yang baru dalam pemerintahan, bahkan merupakan penyelamat dan bebas dunia Islam dari kekacauan yang berkepanjangan terutama di bidang hukum, karena sebagaimana diketahui, bahwa pemerintahan Turki Usmani tidak hanya terbatas pada kekuasaan dan wilayah, tapi juga meliputi bidang agama. Pada periode berikutnya4, kerajaan Turki Usmani yang berpijak kepada Syari’at Islam mulai bergeser menjadi hukum sekuler, ini terjadi pada akhir abad-19 tepatnya pada era tanzimat (1839-1876) ketika terjadi persentuhan budaya timur (Islam) dengan budaya Barat (Eropa). Era tanzimat merupakan gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani, yang pada hakikatnya berintikan upaya pemerintah Turki Usmani untuk melakukan perbaikan dalam tata aturan perundangan di segala bidang, dan salah satu hukum yang disusun Majallah al-Ahkam al-Adliyahi (1876 M) di samping piagam Gulhane dan Humayun. Untuk mengetahui lebih jauh tentang perkembangan hukum Islam pada masa Turki Usmani makalah sederhana ini mencoba menguraikan, dengan pokok pembahasan; Sekilas tentang Turki Usmani, Sebelum Tanzimat, Era Tanzimat, Majallah al-Ahkam al-Adliyah dan sesudah tanzimat.

B. SEKILAS TENTANG TURKI USMANI
 
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz5 yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan dipimpin Artogol melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II.
Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk membantu Sultan Alauddin II berperang menyerang Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya pasukan Saljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukud sebagai ibu kota.6
Pada tahun 1289 M Artogol meninggal dunia. Kepemimpinan- nya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Artogol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani, beliau memerintah tahun 1290 M – 1326 M. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa pada Sultan Alauddin II, dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium. Pada tahun 1300 M, Bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin II terbunuh. Kerajaan Saljuk kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Dalam perkembangannya, Turki Usmani melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri tahun 1299 M yang dipimpin oleh Usman I Ibn Artogol (1299-1326 M) berakhir dengan Mahmud II Ibn Majib (1918-1922 M). Dan dalam perjalanan sejarah selanjutnya Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar yang membawa kemajuan dalam Islam.7
 
C. SEBELUM TANZIMAT
 
Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah.8 Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar anduly membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir.9 Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi.10 Hal ini yang disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini :
1.Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata.
2.Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku.
3.Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.
4.Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan Sultan.11
Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum berjalan dengan baik, karena terdapat intervensi dari pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan jelas pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.

D. MASA TANZIMAT (1839-1876 M)
 
 Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat, yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.12 Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya.13 Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M).14 Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani).15 Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan Agama ).16 Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan tanzimat dilatarbelakangi oleh:
1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum Barat dan hukum Islam
2. Muncul para tokoh tanzimat17 yang ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut.18
Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Tradisional, yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan.
2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara kontekstual.19
Agaknya keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada tanggal 3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam Humayun (Khatt-i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M.20 Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud II. Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa permulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undang-undang Negara dipatuhi, sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada masa tersebut, maka perlu diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada pemerintahan yang baik, yaitu:
1. Terjaminnya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara.
2. Peraturan mengenai pemungutan pajak.
3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas meliter.21
Selanjutnya dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun dan jalan lain tidak dibolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukuman pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi, dan demikian pula harta yang kena hukuman pidana tidak boleh disita.22 Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya usaha pembaharu untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim tradisional dengan kemajuan23, serta institusi-institusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan bisa menampung kebutuhan mereka. Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan masyarakat dan semua golongan agama tanpa ada pengecualian. Atas dasar piagam ini, maka terjadi beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi kemasyarakan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya kodifikasi hukum perdata oleh Majelis Ahkam al-Adliyah24 dan hukum pidana. Sedang dibidang pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang pendidikan adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama.25 Pada masa ini mulai masuk pengaruh sistem pendidikan Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan antara hukum dan agama ini berlaku sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun 1856M26 Sultan Abdul Majid mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang berada di bawah kekuasaan Turki Usmani,27 sehingga antara orang Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama dalam hukum. Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan piagam Gulhane, namun jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan jaminan kepada bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki Usmani. Sikap pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi Eropa.
Dapat dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293 H/1877 M. Sehingga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang ditetapkan.28 Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang diperjualbelikan.

E. MAJALLAH AL-AHKAM AL-ADLIYAH
 
Munculnya Majallah al-Ahkam al-Adliyah merupakan bentuk aplikasi dari ide taqnin (kodifikasi hukum) yang muncul pada masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur ketika masa Daulat Abbasiyah, atas inisiatif dari Ibn Muqaffa’. Namun ide ini belum terwujud karena penolakan dari para ulama seperti Imam Malik dengan alasan, bahwa perbedaan pendapat ulama dalam persoalan furu’ merupakan suatu hal yang positif.29 Hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an tidak membutuhkan intervensi pemerintahan dalam menetapkannya. Di saat kemajuan kebudayaan Islam, ilmu pengetahuan berkembang pesat yang melahirkan para ilmuan dan imam-imam mazhab yang tersebar di seluruh pelosok daerah, sehingga dalam perkembangan selanjutnya muncul rasa fanatisme mazhab, yang cendrung membawa turunnya semangat ijtihad, kejumudan dan ketertutupan ijtihad. Kondisi ini berimplikasi kepada perbedaan dalam menetapkan hukum karena beragamnya mazhab yang mereka pakai. Berdasarkan kondisi tersebut muncul ide dari Daulah Usmaniyah untuk mewujudkan kodifikasi hukum Islam agar tidak terjadi keberagaman hukum dalam satu perkara pada lembaga peradilan. Pada akhir abad ke-13 H pemerintah Turki Usmani mengeluarkan pemerintah untuk membentuk panitia yang bertugas mengumpulkan ketentuan hukum syara’ terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan hukum muamalat (perdata). Panitia menetapkan hukum berpegang pada mazhab Hanafi, dengan memperhatikan kemaslahatan umat dan perkembangan zaman tanpa harus terikat dengan pendapat yang kuat dalam mazhab ini.30 Maksudnya pendapat yang lain juga diperhatikan dalam menetapkan hukum. Panitia yang terdiri dari fuqaha ini melaksanakan tugasnya selama 7 ( tujuh) tahun mulai dari tahun 1280-1293 H / 1869-1876 M. Pada tahun 1293 H/1876 M panitia berhasil merampungkan tugasnya dengan melahirkan peraturan yang bernama Majallah al-Ahkam al-Adliyah yang diundangkan pada tanggal 26 Sya’ban 1293 H, dan bersamaan dengan ketetapan pemerintah Turki Usmani untuk menerapkan majallah ini di pengadilan-pengadilan di Turki dan negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaannya, seperti Libanon dan Siria.31 Peraturan Undang-undang ini terdiri dari 1851 pasal yang berisikan:
1. Muqaddimah, tentang defenisi ilmu fiqh pembahagiannya serta penjelasan kaidah-kaidah fiqhiyah.
2. Bab-bab Muamalah yang dibedakan untuk setiap kitab dan terdiri dari 16 kitab. Pada muqaddimah setiap bab berisikan istilah-istilah fiqh yang berkaitan dengan setiap kitab.32
Majallah al-Ahkam al-Adliyah merupakan kitab undang-undang perdata pertama yang diambil dari ketentuan-ketentuan Islam, yang berasal dari mazhab Hanafi di samping pendapat lain33 dengan melihat perkembangan dan kondisi umat. Artiya dalam majallah ini tidak ditemukan perbedaan pendapat sehingga produk hukum yang dihasilkan beragam. Di samping itu juga ada undang-undang lain yang ditetapkan yaitu Undang-undang Keluarga (Qanun al-Ailat) tahun 1326 H. Undang-undang ini khusus menyangkut persoalan pernikahan dan perceraian yang berasal dari mazhab selain Hanafi.34 Dengan adanya undang-undang ini membawa umat keluar dari taqlid buta, dan tidak hanya terikat dengan satu mazhab. Kodifikasi ini membantu para hakim (qadhi) dalam memutuskan perkara yang dihadapi, sehingga adanya keseragaman hukum dalam satu perkara. Namun kodifikasi ini juga mempunyai kelemahan yang mengakibatkan lemahnya ruh dan semangat ijtihad ulama. Begitu juga kurangnya ketelitian dalam memutuskan perkara, karena mereka sudah dipola dengan acuan yang sudah baku dan adanya keharusan pengawasan terhadap produk hukum yang dihasilkan. Terbatasnya hukum yang ada menyebabkan kurang fleksibel hukum yang dihasilkan, sementara peristiwa kehidupan masyarakat senantiasa berubah.

F. TASYRI’ SETELAH TANZIMAT
 
Pada akhir periode Turki Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber hukum yang dipegang tidak hanya terbatas pada syari’at Islam saja, tapi juga diambil dari sumber non syari’at Islam, dan pada masa ini banyak muncul lembaga peradilan yang sumber hukumnya saling berbeda, yaitu:35
1. Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, yaitu peradilan untuk suatu kelompok (agama), sumbernya dari agama masing-masing.
2. Qadha al-Qanshuli, yaitu peradilan untuk warga negara asing dengan sumber undang-undang asing tersebut.
3. Qadha Mahkamah Pidana, bersumber dari Undang-undang Eropa.
4. Qadha Mahkamah al-Huquq, (Ahwal al-Madaniyah), mengadili perkara perdata, bersumber dari Majallah al-Ahkam al-Adliyah.
5. Majlis al-Syari’ al-Syarif, mengadili perkara umat Islam khusus masalah keluarga (al-Syakhsyiyah), sumbernya fiqh Islam.
Begitu pula dengan pengadilan sudah terdapat Mahkamah Biasa, Banding dan Mahkamah Agung.36 Dengan demikian kondisi qadha pada masa ini sudah beragam, dan ini merupakan pembaharuan yang dicapai pada periode sebelumnya atau masa tanzimat. Pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat tidak seluruhnya mendapat penghargaan dari pemuka masyarakat Islam, bahkan mendapat kritikan dari para cedikiawan Islam Kerajaan Turki Usmani. Kritikan ini timbul dari tokoh nasionalis Turki, Mustafa Kemal al-Taturk (Bapak Turki),37 yang dipengaruhi oleh ide golongan nasionalis Turki dan nasionalis Barat. Westernisme, sekularisme38 dan nasionalisme menjadi pola dan dasar pemikirannya. Ia berpendapat Turki hanya dapat maju dengan meniru Barat. Untuk mencapai ide tersebut, ia memproklamirkan Republik Turki Sekuler tahun 1942M Mustafa Kemal selanjutnya menghilangkan institusi keagamaan dalam pemerintahan dengan menghapuskan Syaik al-Islam, Kementrian Syari’at dan Mahkamah Syari’at serta hukum syari’at dan hukum adat dihapuskan diganti dengan hukum Barat, dalam soal perkawinan diganti dengan hukum Swiss yaitu menurut hukum sipil. Wanita mendapat hak cerai yang sama dengan kaum pria, dan banyak lagi yang sudah diubah menjadi hukum Barat. Mustafa Kemal sebagai seorang nasionalis dan pengagum peradaban Barat tidak menentang Agama Islam, ini terbukti bahwa dalam mengurus persoalan agama diadakan Derpertemen Urusan Agama, dan masih memberikan kebebasan beragama kepada rakyat. Sekolah-sekolah pemerintah untuk mencetak imam dan khatib di Fakultas Illahiyat Istambul sampai saat ini masih eksis. Ia beranggapan agama Islam merupakan agama rasionalis, namun dirusak oleh pemahaman yang sempit, untuk itu perlu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Negara Turki. Al-Qur’an perlu diterjemahkan ke dalam Bahasa Turki. Azan harus diberikan dalam bahasa Turki. Azan dalam bahasa Turki ini mulai diterapkan pemakaiannya tahun 1931 M.
Modernisme dan westernisme Mustafa Kemal bukanlah bertujuan menghilangkan agama, namun yang dimaksudkan adalah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan tetapi hal ini sangat membawa pengaruh pada perkembangan hukum Islam dan nampaknya sekularisme Mustafa Kemal sangat berpengaruh sampai saat ini.

G. KESIMPULAN
 
Perkembangan hukum Islam pada masa kerajaan Turki Usmani mengalami dinamika yang beragam pada mula kekuasaan hukum dipegang oleh syari’at Islam yang diintervensi oleh pemerintah. Kemudian perkembangan hukum selanjutnya tidak hanya dipegang oleh syari’at Islam tetapi juga hukum selain Islam yaitu orang non Islam Eropa dan mereka mendapatkan kedudukan yang sama dalam hukum. Ini terjadi pada masa tanzimat, dan pada akhirnya muncul hukum sekuler yang dipelopori oleh Mustafa Kemal yang banyak membawa perubahan dalam syari’at Islam yang kalau diperhatikan ini diwariskan sampai saat sekarang.

Endnotes : 1 Kerajaan Turki Usmani muncul setelah kehancuran kerajaan Mamalik di Mesir. Menurut sejarahwan dan beberapa penulis kerajaan Turki Usmani lahir pada tahun 1290 M dan berakhir 1923 M, lihat Athur Goldscmidt, A Concise History of the Midle Sast, Edisi ke-4, (USA: Westview Press, 1991), h. 124. 2. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), Jilid I, h. 82-83. 3 Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974), h. 710. 4 Para ahli sejarahwan mensistimatir periode perkembangan kerajaan Turki Usmani menjadi 5 periode. Pertama, (1299-1140), masa pembentukan kerajaan dan penalikan pertama hingga kekalahannya atas Timur Lenk. Kedua, (1403-1566), masa puncak kejayaan yang ditandai dengan kembalinya kerajaan dari tangan Timur Lenk dan takluknya Konstantinopel. Ketiga, (1566-1703) Sultan Salim sampai Mustafa II, yang ditandai dengan terjadinya penaklukan-penaklukan dan jatuhnya Hongaria di tangan musuh. Keempat, (1703-1839), Masa Ahmad III sampai Mahmud II, merupakan masa kemunduran yang ditandai dengan banyaknya perjanjian dengan para penguasa di luar Islam. Kelima,(1839-1922), masa Abdul Majid I sampai Muhammad VI, merupakan masa kebangkitan yang ditandai dengan bangkitnya kebudayaan dan administrasi setelah terjadinya konflik dengan Barat. Lihat Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Turki, (Jakarta: Logos, 1997), h. 54-66. Lihat juga Ahmad Syatanawiy, Dirasah al-Ma’aruf al- Islami, (Kairo: Al-Syu’b t.t), h. 162-164. 5. C.E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam,(Bandung: Mizan, 1980), h. 163. 6 Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), h. 2. 7 Harun Nasution, op.cit., h. 84. 8 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 92. 9 Abdurrahman Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab al-Sunnah, (Kairo: Ma’had al-Mabhas al-Ilah, t.t), h. 298. 10 Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, (Riyadh: Maktab al-Wazir, 1983), h. 278. 11 Ibid., h. 299-384. 12 Lois Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq), h. 818.
13 Kafrawi Ridwan (ed), Ensiklopedi Islam, jilid III, (Jakarta: Ihktiar Van Hoeve, 1994), h. 113. Lihat juga Harun Nasution, Pembaharuan, op.cit., h. 97. Arthur Goldschmidh menuliskan bahwa tanzimat terpusat setidak-tidaknya pada tiga persoalan pokok yaitu: tentang pemilikan tanah, kodifikasi hukum-hukum, dan reorganisasi militer. Lihat Arthur Goldschmidh, A concise History of the Midle East, (USA: Westview Press, 1991), h. 124. 14 Arthur, Ibid., h. 156. 15 Tasyri’ Madani, pada masa selanjutnya membawa kepada adanya hukum sekuler, Harun nasution, op.cit., h. 93. 16 Abdurrahman, loc.cit. 17 Tokoh yang muncul pada masa tanzmat dominan memiliki latar belakang pemikiran Barat, diantaranya, Musytafa Rasyid Pasya (1800-1858 M). Ia mengemukakan kemajuan Turki Usmani harus diupayakan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti orang-orang Eropa. Mahmud Sadik Pasya (1807-1856M) ia mengemukakan kesewenangan pemerintah akan menimbulkan permusuhan di kalangan rakyat. Untuk itu harus dihapuskan. Mustafa Sawi melontarkan ide yang sama dengan Mustaf Rasyid Pasya namun ia menambahkan disamping ilmu-ilmu teknologi harus ada toleransi beragama, adanya kesinambungan budaya lama dan budaya baru serta ada pendidikan pria dan wanita, Ali Pasya dan Fuad Pasya, kedua tokoh ini memunculkan ide dalam hukum yaitu Piagam Humayun, Lihat Syafiq A. Mughni, op.cit., h. 127-128. Lihat juga Ensiklopedi Islam, loc.cit. 18 Ibid. 19 Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1993), h. 107-110. 20 Albert Hourani, dkk, (ed), The Midle East, (California: The University of California Press, 1993), h. 62-68. Lihat juga Abdurrahman, loc.cit. 21 Harun Nasution, op.cit., h. 99-100. 22 Ibid. 23 Albert, op.cit., h. 63. 24 Kodifikasi ini dikenal dengan Majallah al-Ahkam Al-Adliyah. Yang akan dibicarakan lebih lanjut pada poin E. 25 Albert, op.cit., h. 352. Lihat Harun Nasution, op.cit., h. 101. 26 Bertepatan dengan tanggal 28 Zulhijjah 1273 H. Abdurrahman, loc.cit. 27 Piagam Humayun dikeluarkan atas desakan negara-negara Eropa pada Kerajaan Turki Usmani yang pada waktu itu dalam keadaan lemah dan selalu mengalami kekalahan dalam peperangan. Negara Eropa menjamin keutuhan Kerajaan Turki Usmani kalau mereka diberi hak yang sama dengan orang Islam. 28 Duraib, op.cit. h. 384. 29 Abdurrahman, op.cit. h. 302. Muhammad Salam Madkhur, al-Qadha fi al-Islam, (Kairo: Dar al-Nadhah, t.t), h. 115. 30 Abdurrahman, loc.cit. Salam Madkhur, op.cit., h. 116. 31 Manna’ al-Qaththan, Tarikh al-Tasyrik al-Islamy, (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, t.t), h. 404. 32 Diantara kitab tersebut adalah al-Bai’ah, alIijarah, al-Kafalah, al-Hiwalah, al-Rahnu al-Ghasab wa al-Ittilaf, al-Hajru, al-Syirku, al-Wakalah, al-Shulhu wa al-Ibra’, al-Ikrar, al-Da’wa, al-Bayyinat wa al-Taklif, lihat Abdurrahman, loc.cit. Salam Madkhur, loc.cit. Manna Qaththan, loc.cit. Ali Haidar, Dar al-Hukkam Syarh Majallah al-Ahkam, jilid I, (Beirut: Dar Maktab ‘Ilmiyah, t.t). h. 13-17. 33 Diantara pendapat yang sesuai dengan kondisi ketika itu adalah persoalan al-Hajru diambil dari pendapat Abu Yusuf dan Ibn Hasan al-Syaibani, demikian juga Muhammad Ibn Subhi Mahsani, Falsafah Tasyri’ fi al-Islam, alih bahasa Filsafat Hukum Dalam Islam, (Bandung: PT al-Ma’arif, 1981), h. 71. 34 Salam Madkhur, loc.cit. 35 Duraib, op.cit. h. 284. 36 Ibid., h. 299-384. 37 Harun Nasution, op.cit., h. 147-152. 38 Westernisme yaitu proses penyerapan kebudayaan atau adat istiadat (gaya hidup) Barat oleh Timur karena dibawa orang barat yang datang ke timur atau orang-orang Timur yang pernah menetap ke negeri Barat. Sekularisme adalah proses melepaskan diri dari ikatan agama tertentu, namun tidak mutlak berasal dari Barat dan bukan dari syari’at Islam. Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiah Popular, (Surabaya: Penerbit Kartika, t.t), h. 523 dan 467.
Jumni Nelli, Dosen Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru. Alumni Program Pascasarjana (S2) IAIN Imam Bonjol Padang (2000)usman-wwwmaal-khidmah