Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
4 Langkah Mempelajari Islam yang Kamil

4 Langkah Mempelajari Islam yang Kamil


MEMAHAMI Islam secara menyeluruh (kamil, mutakamil) adalah penting, sekalipun tidak secara terperinci. Kesalahpahaman dalam memahami Islam berefek pada kerusakan dalam mengkomunikasikan dan  mengamalkannya pada realitas kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara. Semakin luas wawasan dan mendalam pengalaman ruhani seseorang dalam menghayati dan mengamalkan Islam semakin lapang (terbuka) pula dadanya untuk menerima kebenaran mutlak (Hakikah al Muthlakah). Sebelumnya diliputi berbagai kegelapan, kesempitan dada,  setelah itu berada pada cahaya (keimanan).

Orang-orang jahiliyah dahulu mudah terjangkiti berbagai penyakit moral; molimo – lima perbuatan jahat - (mencuri, main perempuan, memakan barang riba, membunuh) karena syaraf-syaraf otaknya telah mengalami kerusakan disebabkan banyak minum-minuman keras. Kejahatan lain, selain kerusakan pola pikir masih mudah untuk diperbaiki. Sebaliknya, menyembuhkan/mendiagnosa penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan pikiran memerlukan coast yang sangat mahal. Karena, orientasi, cara berpikir dan cara pandang adalah titik tolak (dasar berpijak)  aktifitas seseorang.

Demikianlah cara yang paling minimal untuk berinteraksi dengan agama Islam agar menjadi pengikut Islam yang komitmen, konsisten dan konsekwen.

Guna menghindari kesalahpengertian, kerancuan dan stigma negatif terhadap keunggulan Islam, maka untuk memahaminya secara benar dan lurus perlu ditempuh lima cara-cara berikut:

Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang masih orisinil dan otentik.

Yang wajib dipelajari adalah Al-Quran dan As Sunnah. Al-Quran adalah firman-Nya yang suci, dan As Sunnah adalah firman-Nya yang kedua, sekalipun redaksinya bersumber dari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)  al Ma’shum. Umat Islam yang hidup pada masa keemasan Islam, merekalah yang teruji otoritas keilmuannya, paling bersih hatinya, paling sedikit neko-nekonya (sikap kepura-puraannya), mereka berada pada petunjuk yang benar, mereka yang dipilih oleh Allah Subhanhu Wa Ta'ala untuk menemani Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) .

Karena itulah, Allah Subhanhu Wa Ta'ala langsung menjaminnya ke dalam surga.

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9) : 100).

Di antara kekeliruan memahami Islam adalah orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluk-pemeluknya yang telah jauh dari pimpinan Al-Quran dan As Sunnah. Atau proses pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf dengan berbagai bid’ah dan khurafat yang muncul bersamanya.

Mempelajari Islam dengan cara demikian menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam singkritisme, hidup penuh bid’ah dan khufarat, yakni ibadah dan kepercayaannya bercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami (dhannul jahiliyah, hukmul jahiliyah, hamiyyatul jahiliyah, tabarrujul jahiliyah, dakwal jahiliyah, syakwal jahiliyah),  jauh dari ajaran Islam yang murni dan lurus.

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial (sebagian-sebagian)

Apabila Islam dipelajari secara sebagian saja dari ajarannya (kulitnya), bukan pokoknya (ushul), dan dalam bidang khilafiyah (yang diperselisihkan) (furuiyah, cabang-cabang agama), tentu pemahaman keislamannya sangat dangkal.

Bukankah dari sisi kulitnya saja, Islam sekarang ini telah dicabik-cabik? Apalagi isinya.

Efeknya, ia akan bimbang terhadap hal-hal yang nampaknya antagonistic. Akhirnya bersikap ekstrim dalam beragama. Baik ekstrim kanan, maupun ekstrim kiri. Misalnya, bersikeras dengan masalah furuiyah dan toleran dengan persoalan ushul. Pemahaman Islam secara parsial juga akan membawa akibat seperti hikayat pengenalan dari empat orang buta terhadap seekor gajah.

Bagi mereka yang kebetulan memegang ekornya berpendapat bahwa gajah itu panjang seperti cambuk. Bagi mereka yang memegang kakinya berkata bahwa gajah itu ibarat pohon kelapa, dan yang kebetulan memegang telinganya mengatakan bahwa gajah itu lembek dan lebar. Yang kebetulan memegang perutnya saja memahami gajah itu bagaikan barang bergantung yang besar.

Untuk menghindari kekeliruan semacam itu, Islam harus dipelajari secara menyeluruh.  Dan pekerjaan ini tidak cukup mudah. Islam adalah agama universal dan dapat diterima oleh segala macam level  intelektualitas manusia. Dengan mempelajari prinsip-prinsip ajaran Islam, mudah ditemukan pola ajaran Islam dengan sebaik-baiknya sebagai agama yang mengajarkan tentang keseimbangan kehidupan duniawi dan ukhrawi.

KETIGA, Islam harus dipelajari dari referensi (maraji’) yang ditulis oleh para ulama besar, para zu’ama dan sarjana-sarjana Islam

Merekalah yang berjasa menyusun berbagai disiplin ilmu untuk menjaga keaslian Al-Quran dan As Sunnah. Mereka berhasil memadukan kedalaman ilmu dengan pengalaman praktek kehidupan sehari-hari yang indah. Ma’rifat (kedalaman ilmu) mereka melahirkah khasyyatullah (ketakutan kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala).

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah (9) : 122).

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُو

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang yang mendalam ilmu agamanya dan mengamalkannya dalam kehidupan).” (QS. Fathir (35):28).

Hanyalah para ulama yang bisa menjadi pewaris para Nabi. Di saat yang sama, sering kita temui sekarang ini banyak bertanya, bersandar atau belajar Islam justru pada orang yang dikenal bukan ulama atau fuqaha (ahli hukum Islam). Bahkan yang lebih “tersesat” lagi mereka belajar pada kaum Orientalis, yang hanya menjadikan Islam sebagai obyek penelitian, bukan untuk diyakini.

Penulisan mereka tentang Islam bukan dengan tujuan suci (obyektif, ilmiah), tetapi dengan dasar dengki sehingga banyak prinsip Islam yang sengaja dikaburkan dan diselewengkan.      

Kita juga sering keliru dalam menyandarkan pendapat masalah Islam pada orang yang bukan ahlinya, fuqaha. Sebab tidak semua yang berjuluk dosen IAIN atau UIN ia fuqaha (ahli fiqih).  Bahkan yang mengerikan, dikenal pakar sejarah, pakar politik justru membahas wilayah fiqh (hukum Islam) dan syariah.

Bukan rahasia lagi. Adalah Snouk Hurgronye (1857-1936), seorang Orientalis Belanda yang berpura-pura masuk Islam,  yang ujungnya menjadi advisor Pemerintah Hindia Belanda dalam bahasa Timur dan Hukum Islam.  Ia bahkan mendalami Islam dan pernah tinggal di Jeddah, dengan memakai nama Abdul Gaffar Al-Holandi. Namun ujungnya, semua kajiannya untuk “menghancurkan” Islam.

Keempat, jangan mempelajari Islam  sekedar realitas sosial umat Islam an sich

Banyak yang mempelajari Islam sekedear menekuni realitas sosial umatnya, bukan agama (nilai) Islam itu sendiri. Sehingga memunculkan kesan, sikap konservatif sebagaian kalangan Muslim, keterbelakangan bidang pendidikan, keterpurukan, kemiskinan, itulah yang dinilai sebagai Islamnya. Padahal ini adalah kesalahan terbesar dalam melakukan pendekatan dengan Islam.

Dalam keadaan demikian, bisa terjadi orang non-Muslim secara lahiriyah seolah lebih “islami”.  Dengan hanya menjadikan ukuran “tertib”, “disiplin” “memelihara kebersihan”,  “kebiasaan antri” dll dianggap lebih islami. Bahkan, ada yang mengatakan mereka lebih shalih daripada seorang muslim. Na’udzu billah.
Padahal,  tidak pernah orang kafir dan musyrik itu dikategorikan Allah sebagai seorang shalih di mata Allah Subhanhu Wa Ta'ala?

Inilah kesalahan mempelajari Islam secara sosiologis, tetapi mengabaikan aspek teologis. Padahal, inti Islam itu pada tataran teologisnya, disamping amal shalih pemeluknya. Dalam Islam, Iman yang tidak melahirkan amal shalih sama jeleknya dengan amal yang tidak bertitik tolak dari keimanan.

Inilah yang perlu dipahami dengan pikiran yang jernih. Agar memperoleh gambaran yang benar dan positif terhadap Islam dan umat Islam.

Selama bertahun-tahun kaum muslimin terjajah baik secara pisik dan mental. Sejak saat itulah melahirkan sebuah generasi yang memiliki kelayakan untuk dijajah (qabiliyyah littakhalluf).

Ketika kaum kaum Muslimin dijajah secara fisik dan hasil kekayaannya dikeruk secara membabi buta dan di boyong ke luar negeri, al Hamdulillah mereka memiliki alasan keagamaan untuk bersatu. Dan ajaran jihad yang memelihara stamina  ruhaninya, sehingga berhasil mengusir penjajah. Ghirah keislaman umat Islam mengalami grafik kenaikan.

Belajar dari pengalaman, penjajah merubah strateginya untuk menguatkan pengaruhnya dalam tubuh umat Islam secara ideologi yang dikenal dengan Al Ghazwul Fikr (perang pemikiran). Jika perang psisik kedua petarung sama-sama aktif, sedangkan perang ideologi, pihak lawan lebih aktif. Dalam perang ini banyak kaum Muslimin menjadi kurban terutama dari kalangan akademisinya. Mereka dikerahkan untuk masuk lembaga pendidikan penjajah. Sehingga ketika pulang ke negeri asalnya, ia menjadi tidak komunikatif dan tidak aspiratif. Mereka menjadi jubir dan komunikator yang ulung bagi penjajah. Persoalan ushul (prinsip) Islam yang selama ini sudah selesai dibahas dan diamalkan umat Islam, mulai dipersoalkan dan disalahpahami.

Maka terjadilah musibah terbesar yang menimpa umat Islam hari ini adalah musibah agama (mushibatud din). Karena, orang-orang Islam yang berusaha keras memahami agamanya secara benar, dipaksa mengekor (tanpa daya kritis) dengan persepsi, pandangan dan pola pikir penjajah (asing dari Islam).

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah
Red: Cholis Akbar
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah


Rating: 5
Menjadikan Islam Sebagai Jalan Hidup

Menjadikan Islam Sebagai Jalan Hidup


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”

(Al Baqarah ayat 208)

Islam adalah ajaran yang bersifat kompherensiaf tidak parsial, maksudnya tidak hanya mencakup masalah keagaamaan atau religi. Tapi semua aspek mulai dari WC sampai masalah2 besar, mulai dari dalam kandungan sampai kita di alam akhirat. Betapa Islam adalah agama yang sempurna dan dirahmati. Bersyukurlah kepada Allah yang telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita yang telah diberikan hidayahNya.

Islam memang datang dengan keterasingan (ghuroba), dan akan berakhir dengan keterasingan pula, maka berbahagialah orang-orang asing itu.

Seandainya kita mau merenungi, adalah sebuah kebahagiaan bagi orang-orang yang ghuroba, dan memang kita harus siap menjadi ghuroba. Ketika seseorang mendalami Islam atau berkata-kata kebaikan, tak ayal orang menyebut kita sebagai orang yang sok fanatik, atau apalah. Ya memang begitulah perjuangannya dalam dakwah. Karena itu dibutuhkan pendekatan dari hati ke hati, bermain cantik, dan mampu mengambil simpati. Orang-orang ghuroba ibarat sebuah batu intan, permata, diantara jutaan batu kerikil.

MEMAHAMI MAKNA ISLAM

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan” (QS. 3: 83)

Islam menurut Bahasa dibagi menjadi 6 bagian :

Menundukkan Wajah (Aslamul wajhi)

Tercantum dalam QS Annisa : 125

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا

Maknanya kita harus senantiasa menundukkan wajah kita kepada Allah, mengakui bahwa memang hanya Allah saja yang patut kita tunduk, kita taati. Ketika kita berbicara syahadatain atau persaksian kita ketika dalam kandungan itu mengandung tiga pengertian (yaitu : saya berjanji, saya bersaksi, saya tunduk. Tunduk, malu, dan patuh, kepada Allah, begitulah Islam.

Berserah diri (Al Istislam)

Dalam Al-Qur’an Surat Al BAqaroh Ayat 131

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

Makna Dari Berserah Diri ini adalah sebuah sikap tawakal, kepasrahan. Tawakal adalah bersikap ikhlas, pasrah, yang disertai dengan ikhtiar, tidak menolak menerima takdir. Menerima qada dan qadar adalah salah satu ciri orang-orang yang beriman.

Suci Bersih (As Saliim)

Terdapat Dalam Al-qur’an Surat As-Syu’ara : 89

إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Makna dari Suci Bersih ini bahwa Islam mengajarkan kebersihan.

Selamat dan Sejahtera (10 :10),

Islam adalah penuntun yang membawa para pengikutnya agar selamat dunia akhirat, membawa kesejahteraan dunia dan akhirat pula, Islam memberikan tuntunan yang jelas dalam menjalani hidup ini yaitu dengan pedoman yang bersumber dari Al Qur`an dan hadist.

Perdamaian (As Silmu) 47 : 35, 8 : 61, ya Islam mencintai perdamaian, Islam mengajarkan bagaimana semestinya kita menjalin hubungan bermasyarakat antara yang Islam dengan non muslim, tidak sepatutnya kita memusuhi non muslim, justru kita harus memberikan suatu sikap atau contoh terbaik dihadapan mereka. Ini berarti selain kita memenuhi hak-hak Allah, kita juga harus memenuhi hak-hak manusia.

Bertahap As Sullam. Semua wahyu yang Allah turunkan memang bertahap, kalau tidak salah 22 tahun, 2 bulan, 22 hari (mohon dikoreksi saya lupa). Bertahap sesuai dengan kejadian atau peristiwa tertentu semuanay sebagai jawaban dari Allah.

KARAKTERISTIK ISLAM

· Rabbaniyah, artinya semua orientasi atau aktivitas karena Allah.

· Syumulliyah, individu, hingga negara, dan berbagai aspek kehidupan.

· Insaniyya, sesuai dengan hajat manusia.

· Tsabat dan tathawwur, permanen dan tumbuh.

· Tawadzun, keseimbangan

· Waqi`iyyah, sesuai dengan relaitas kehidupan.

· Ijabiyyah, sikap positif dalam menjalankan Islam.

Nabi saw, bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara, mengesakan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa ramadhan dan menunaikan haji . HR. Bukhari Muslim.”

ISLAM SEBAGAI MINHAJUL HAYAT (PEDOMAN HIDUP)

“wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. ” (Kalau enggak salah surat Al Hujarat : 13) afwan saya agak lupa.

Minhajul Hayat mencakup berbagai aspek :

Keyakinan (Al I`TIHAD), keyakinan seseorang akan keberadaan Allah, Malaikat, Kita, Rasul, hari Kimat dan Takdir (Qada dan qadar).

Al Akhlaq (moral-akhlak) , Akhlaq adalah perilaku seseorang hamba yang sesuai dengan keinginan sang pencipta. “Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” (Hadist)

Al Tarbiyyah (pendidikan) , Islam sangat peduli dengan pendidikan. “Allah meninggikna derajat kepada orang0orang yang ebriman dan berilmu.” (Q.S Al mujadalah, 11).

Al Ijtimaa`I (Sosial), Islam sebagai agama yang sempurna mengatur hubungan antara sesama manusia. “”wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. ” (Kalau enggak salah surat Al Hujarat : 13) afwan saya agak lupa.

Al Asiyaasi (Politik), Islam berbicara serta mengatur tentang hubungan antara kekuasaaan dan negara, kepemimpinan dan rakyat.

Rasulullah, berhasil di jazirah Arab, Eropa, dan beberapa negara lainnya, itu menunjukkab bahwa beliau adalah seorang pemimpin kalau diibaratkan zaman sekarang seperti presiden. Jadi adalah sangat bohong bila agama dan negara harus dipisahkan (sekuler), justru Islam sudah menuntun dalam segala aspek termasuk dalam berpolitik, bagaimana Rasul menjadi seorang pemimpin, panglima perang, dsb. (Al Imran : 26-27, “ya Allah….)

Al Iqtishaadi (ekonomi), Islam juga mengatur hubungan yang berkaitan dengan aktivitas perekonomian dan dunia usaha. “barang siapa yang meminjamkan sesuatu hendaklah ia melakukannya dengan takaran, timbangan, dan jangka waktu yang pasti.” (HR. Bukhari Muslim)

Al Askaari ( kemiliteran) , Dalam rangka menegakkan kebenaran, melindungi yang lemah, dan melindungi negara dari ancaman musuh-musuh, Islam berbicara dan mengatur tentang kemiliteran. Perintah berjihad, berperang, bertempur, merupakan bagian dari firman Allah untuk menjaga agar nilai Islam tegak dan kukuh di tengah masyarakat. (Al Anfaal : 60)

Al Jinaa`i (Hukum/Peradilan) , Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hukum dan peradilan. Apakh hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin. (Al Maidah : 50).

Begitulah ruang lingkup secara garis besar pengenalan tentang Islam. Ketika seseorang bertanya tentang keyakinan kita, Islam. Apa itu Islam? Sudah sepatutnya kita memberikan jawaban yang pas, bahwa Islam adalah agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan tidak parsial.


Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi)
Email : adikalbar@gmail.com / assyarkhan@yahoo.com
Facebook / Twitter : adikalbar@gmail.com
Yahoo Massanger : assyarkhan , adikalbar
GoogleTalk : adikalbar
Mobile : 0858-606-16183
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah


Rating: 5